Buku
Untuk Republik : Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa
buku yang memuat kisah teladan dari 23 tokoh bangsa. Tokoh-tokoh yang dengan sadar memilih kesederhanaan sebagai nilai yang dipegang teguh. Nilai ini membuat mereka merasa cukup meski dipandang kurang, dianggap rugi karena tidak memanfaatkan kekuasaan, dan dianggap sok-sokan. Tapi itulah diri mereka yang otentik. Tidak terpengaruh meski terhimpit. Buku ini ditulis berangkat dari kegelisahan penulis yaitu Faisal Basri atas situasi Indonesia yang semakin krisis nilai dan keteladanan.
Ada banyak keteladanan bertaburan dalam buku ini yang menunjukkan bahwa kesederhanaan itu tidak mudah. Sederhana sepaket dengan kejujuran, bertanggung jawab, dan integritas. Selalu ada situasi dilematis apakah nilai itu harus dipegang erat atau dikompromikan. Tokoh-tokoh dalam buku ini adalah mereka yang menang melawan sisi gelap diri sendiri. Meski susah dan terhimpit, mereka berintegritas, kokoh, dan tak terbeli.
Sinopsis
Di zaman yang kian sibuk dan kompetitif ini, nilai-nilai materialisme kian mengemuka. Uang tidak lagi sekedar menjadi alat untuk mempermudah hidup, melainkan sudah menjadi ukuran tentang sejauh mana hebat atau papanya seseorang. Maka uang tidak lagi menjadi budak kita, tapi sudah menjadi majikan kita. Orang-orang pun berlomba untuk memperoleh sebanyak mungkin uang dengan segala cara. Sampai-sampai ada pandangan kaya itu mulia, dan bagaimana kekayaan itu diperoleh tidak lagi terlalu penting. Kalau di dunia usaha, kita semua maklum itu sudah dari dulu, meskipun banyak juga pengusaha yang tetap berpegang pada prinsip-prinsip moral. Tapi kalau pandangan itu juga dianut oleh para pemegang mandat rakyat, baik itu di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, maka menjadi sangat berbahaya karena akan memicu korupsi.
Kita semua tahu, korupsi adalah kanker ekonomi. Tidak ada negara yang bisa maju kalau dijerat korupsi. Negara kapitalis bisa maju, dan ternyata negara komunis pun bisa, asalkan korupsinya dikendalikan. Tapi di negara teokratis (berdasarkan agama) pun pasti bangkrut kalau korupsi merajalela. Bersih-tidaknya aparat penyelenggara negara sesungguhnya lebih penting ketimbang struktur kenegaraan dalam menentukan maju-tidaknya negara yang bersangkutan.
Kalau kita mau sejenak menengok sejarah, ternyata ada teladan-teladan nyata yang secara jelas menunjukkan hidup bisa dinikmati secara bersahaja. Para petinggi Republik yang memilih hidup bersih, jujur, dan antikorupsi, tentu saja harus rela hidup serba lebih terbatas secara materi. Namun kenyataannya hal itu sama sekali tidak mengurangi, malah sebaliknya menambah, kemuliaan mereka. Para pejabat korup bukan cuma tidak berguna, tapi mereka sesungguhnya bagian dari persoalan bangsa. Dengan tidak mengejar-ngejar materi, para tokoh bangsa sederhana ini pun menjadi bagian dari solusi, kekuatan murni yang mendekatkan rakyat Indonesia ke cita-cita Proklamasi, yakni Masyarakat Adil dan Makmur.
Tidak tersedia versi lain